PENDAHULUAN
Labirinitis adalah radang pada telinga dalam (labirin). Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum atau difus dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf yang berat, sedangkan labirinitis yang terbatas atau labirinitis sirkumskripta menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan libirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus. Selain itu, ada juga yang disebut sebagai labirinitis toksik akibat keracunan zat-zat toksik atau antibiotik yang ototoksik.
Pada labirinitis serosa , toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang irreversible, seperti fibrosis dan osifikasi.
Pada kedua bentuk labirinitis itu, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah.Kadang-kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis.Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan pada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.
PEMBAHASAN
1.ANATOMI DAN HISTOLOGI TELINGA
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam .
1(a) TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas aurikula,meatus akustikus eksternus dan membran timpani. Aurikulum disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar otot lurik yang pada manusia rudimenter.
Meatus akustikus eksternus berbentuk tabung dengan panjangnya kira-kira 2,5- 3 cm manakala diameternya bervariasi yaitu lateral biasanya lebih lebar dari medial.Meatus akustikus eksternus terdiri dari dua bagian yaitu bagian lateral dan medial.Bagian lateral adalah pars kartilagenus yaitu 1/3 luar merupakan lanjutan dari aurikulum, mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumenalis serta kulit melekat erat dengan perikondrium.Bagian medial adalah pars osseus yaitu 2/3 medial merupakan bagian dari os temporalis, tidak berambut, ada penyempitan di istmus yaitu kira-kira 5 mm dari membaran timpani.
Membran timpani memisahkan meatus acusticus externus dan telinga tengah.Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dengan diameter kira-kira 1 cm. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan bahgaian bawah pars tensa.Pars flaksida hanya berlapis dua , yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia.Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler dibagian dalam. Serat inilah yang menyebabkan refleks cahaya.Refleks cahaya terletak dikuadran anterior inferior.Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo.Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosessus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian superior-anterior,superior-posterior, inferior-anterior serta inferior-posterior, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.[1.2]
1(b)TELINGA TENGAH
Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Ruang ini berbatasan di sebelah posterior dengan ruang-ruang udara mastoid dan disebelah anterior dengan faring melalui tuba Eustachius. Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada pada celah tuba Eustachius epitelnya selapis silindris bersilia.
Di bagian dalam rongga ini terdapat tiga jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada dua otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi .[2]
1(c)TELINGA DALAM
Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang temporalis. Telinga dalam di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa) yang di da-lamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan perilimf sedangkan labirin membranasea berisi cairan endolimf.
Labirin tulang terdiri atas tiga komponen yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea tulang. Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan endosteum, sedangkan di bagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang terdapat di dalam labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan endolimf.Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan dengan rongga timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai fenestra ovale. Ke dalam vestibulum bermuara tiga buah kanalis semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis anterior, posterior dan lateral yang masing-masing saling tegak lurus. Setiap saluran semisirkularis mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun ada tiga saluran tetapi muaranya hanya lima karena ujung posterior saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan ujung medial saluran anterior yang tidak bermapula dan bermuara ke dalam bagian medial vestibulum oleh krus kommune. Ke arah anterior rongga vestibulum berhubungan dengan koklea tulang dan fenestra rotundum.Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu koklea tulang di sebut mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus membentuk rabung spiral dengan suatu tumpukan tulang yang disebut lamina spiralis. Lamina spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion spiralis, yang merupakan bagian koklear nervus akustikus.
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin ini dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf. Pada beberapa tempat terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung labirin membranasea.Labirin membranasea terdiri atas duktus semisirkularis membranasea,ultrikulus, sakulus dan ductus koklearis. [1,2]
2.FISIOLOGI TELINGA
2(a)PENDENGARAN
Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara tertentu dan menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga mengkonversi energi gelombang tekanan menjadi impuls syaraf, dan korteks serebri mengkonversi impuls ini menjadi bunyi.Bunyi memiliki frekuensi, amplitude dan bentuk gelombang. Frekuensi gelombang bunyi adalah kecepatan osilasi gelombang udara per unit waktu. Telinga manusia dapat menangkap frekuensi yang bervariasi dari sekitar 20 sampai 18,000 Hertz (Hz). Satu hertz adalah satu siklus per detik.Amplitudo adalah ukuran energi atau intensitas fluktuasi tekanan. Gelombang bunyi dengan amplitude yang berbeda diinterpretasikan sebagai perbedaan dalam kekerasan.Ukuran bunyi dalam decibel (dB).
Gelombang bunyi ditangkap oleh aurikulum dan ditransmisikan ke dalam meatus aukustikus eksternus kemudian bergerak menuju kanalis akustikus eksternus ke arah membran timpani.Gelombang bunyi menyebabkan vibrasi membran timpani. Sifat membrane adalah aperiodis yang tidak memiliki frekuensi alaminya sendiri tetapi mengambil karakteristik vibrasi yang terjadi.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membaran timpani dengan fenestra ovale.Muskulus stapedius dan tensor timpani berkontraksi secara reflektorik sebagai respons terhadap bunyi yang keras.Kontraksi akan menyebabkan membran timpani menjadi tegang osikular lebih kaku dan dengan demikian mengurangi transmisi suara.
Energi getar yang telah diamplifikasikan ini diteruskan ke stapes yang akan menggerakan fenestra ovale sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.Getaran mennggerakkan membrana Reissner mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan defleksi seterosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermutan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel-sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran(area 39-40) di lobus temporalis.[2]
2(b)KESEIMBANGAN
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Reseptor keseimbangan terdiri dari macula yaitu reseptor keseimbangan statis yang terdapat di utrikulus dan sakulus manakala krista ampularis yaitu reseptor keseimbangan dinamis yang terdapat pada kanal semisrkular, bereaksi terhadap gerakan rotasi pada sumbu bidang.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.[1]
3.LABIRINITIS
I.DEFINISI
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin) yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis merupakan komplikasi intratemporal yang paling sering dari radang telinga tengah. [2]
II.EPIDEMIOLOGI
Labirinitis lebih sering terjadi setelah infeksi telinga tengah, meningitis , atau infeksi saluran pernafasan atas. Hal ini juga dapat terjadi setelah trauma, tumor, atau setelah menelan zat-zat beracun. Hal ini dianggap lebih umum pada wanita dari pada laki-laki.Viral labirinitis adalah bentuk paling umum labirinitis. Viral labirinitis biasanya diamati pada orang dewasa berusia 30-60 tahun dan jarang diamati pada anak-anak.[3] Hal ini dapat dilakukan perbandingan laki-laki banding perempuan 2:1 sekitar dekade empat.Pada era pasca-antibiotik, labirinitis bakteria jarang ditemukan.Biasanya terlihat pada anak-anak di bawah 2 tahun ketika anak-anak paling banyak resiko meningitis. [4]
III.ETIOLOGI
1.Berikut adalah virus dan bakteria yang berpotensi menyebabkan labirinitis:
Virus Bakteria
• Cytomegalovirus
• Mumps virus
• Rubella virus
• Parainfluenza virus
• Influenza virus
• Adenovirus
• Varicella-zooster virus
• Herpes simplex virus 1 • S.pneumonia
• N.meningitidis
• Mycobacteria tuberculosis
• Bacteroides species
• Proteus species
• Moraxella catarrhalis
• Streptococus species
• Staphylococus species
2.Zat - zat toksik seperti dan obatan-obatan.
IV.KLASIFIKASI
Labirinitis dapat disebabkan oleh virus, bacterial,zat-zat toksik dan obat-obatan. Labirinitis yang di sebabkan oleh bakterial terdapat dalam dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.[3]
IV.a.LABIRINITIS VIRAL
Etiologi:
Infeksi saluran pernafasan atas, faktor kongenital yaitu infeksi campak dan rubella pada trimester pertama atau infeksi cytomegalovirus pada kontraksi uterus setelah persalinan yang menyebabkan kokleolabirinitis. Infeksi virus ini menjalar secara hematogen ke telinga dalam.
Gejala klinis:
Menyebabkan gejala vertigo,mual, muntah selama beberapa hari dan minggu. Labirinitis viral bersifat tidak episodik dan tidak ada gejala gangguan pendengaran
Terapi:
Vestibular suppresent ( diazepam)
Komplikasi:
Komplikasi seperti hidrops endolimfatik dan penyakit Meniere’s.
Prognosis:
Prognosis baik karena biasanya terjadi pada usia muda dan jira terapi yang diberikan adekuat.Vertigo boleh sembuh dalam jangka masa satu minggu tetapi gangguan keseimbangan akan tetap bertahan selepas beberapa bulan jika terdapat stress.
IV.b.LABIRINITIS BAKTERIAL
IV.b.i.LABIRINITIS SEROSA DIFUS
Etiologi
Labirinitis serosa difus seringkali terjadi sekunder dari labirinitis sirkumskripta atau dapat terjadi primer pada otitis media akut dengan atau tanpa kolesteatoma dan reaktivasi otomastoiditis kronis.Masuknya toksin bakteria dan zat-zat yang diproduksi secara difus melalui membran fenestra ovale dan fenestra rotundum.Infeksi tersebut mencapai endosteum melalui saluran darah. Selain itu, labirinitis serosa sering terjadi pada operasi telinga dalam misalnya pada stapedektomi. Labirinitis serosa difus ini adalah satu proses inflamasi yang steril.[4]
Pemeriksaan
Kelainan patologi yaitu inflamasi non purulen pada labirin. Pemeriksaan histologik pada potongan labirin menunjukkan infiltrasi seluler awal dengan eksudat serosa atau serofibrin.[6]
Gejala klinis
Gejala dan tanda serangan akut labirinitis serosa difus adalah vertigo spontan dengan derajat ringan- sedang dan nistagmus rotatoar, biasanya ke arah telinga yang sakit. Terdapat juga tuli sensorineural yang bersifat sementara.Kadang-kadang disertai mual dan muntah, biasanya tidak berat.[3]
Terapi
Pengobatan pada stadium akut yaitu pasien harus tirah baring total.Harus diberikan antibiotika yang tepat dengan dosis yang adekuat untuk mengeradikasi bakteria penyebab.Selain itu utuk mengurangi gejala gangguan keseimbangan diberikan sedatif ringan.Pada stadium lanjut dari otitis media akut diperlukan dreanase telinga tengah dan mastoidektomi sederhana.[7]
Prognosis
Prognosis labirinitis serosa baik, dalam arti menyangkut kehidupan dan kembalinya fungsi labirin secara lengkap. Tetapi tuli saraf temporer yang berat dapat menjadi tuli saraf yang permanen bila tidak diobati dengan baik.
IV.b.ii.LABIRINITIS SUPURATIF AKUT DIFUS
Etiologi
Labirinitis supuratif akut difus dapat merupakan kelanjutan dari labirinitis serosa yang infeksinya masuk melalui fenestra ovale dan fenestra rotundum Pada banyak kejadian, labirinitis ini terjadi sekunder dari otitis media akut maupun kronik atau mastoiditis.Pada beberapa kasus abses subdural atau meningitis, infeksi dapat menyebar ke dalam labirin dengan atau tanpa terkenanya telinga tengah, sehingga menjadi labirin supuratif.Bakteria secara langsung masuk ke dalam membran dan erosi tulang labirin.[4]
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan histologik didapatkan infiltrsi labirin oleh sel-sel leukosit polimorfonuklear dan destruksi struktur jaringan lunak.Sebagian dari tulang labirin nekrosis, dan terbentuk jaringan granulasi yang dapat menutup bagian tulang yang nekrotik tersebut.Keadaan ini akan menyebabkan osifikasi labirin.[6]
Gejala klinis
Labirinitis supuratif akut difus , ditandai dengan tuli total pada telinga yang sakit diikuti dengan vertigo yang berat, mual, muntah, dan nistagmus spontan ke arah telinga yang sehat. Selama fase akut, posisi pasien sangat khas.Pasien akan berbaring pada sisi yang sakit, jadi ke arah komponen lambat nistagmus.Posisi ini akan mengurangi perasaan vertigo.Jika fungsi koklea hancur, akan mengakibatkan tuli saraf total permanen. [3]
Terapi
Diperlukan tirah baring total selama fase akut, yang dapat berlangsung sampai 6 minggu.Perbaikan terjadi bertahap, mulai dari hari pertama.
Sedatif ringan diperlukan pada periode awal.Fenobarbita 32 mg(1/2 gram) yang diberikan 3 kali sehari.
Dosis antibiotika yang adekuat harus diberikan selama suatu periode baik untuk mencegah komplikasi intrakranial, maupun untuk mengobati labirinitisnya.Harus dilakukan kultur untuk identifikasi kuman dan untuk tes sensitivitas kuman.Antibiotika penisilin harus segera diberikan sebelum hasil tes resistensi didapat, jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin, dengan dosis tinggi secara parenteral.Respons klinik lebih utama dari tes sensivitas kuman dalam menentukan jenis antibiotika.
Drenase, atau membuang sebagian labirin yang rusak, dilakukan bila terdapat komplikasi intrakranial dan tidak memberi respon terhadap pengobatan dengan antibiotika. [7]
Otitis media akut + labirinitis serosa :
• Antibiotik intravena
• Miringotomi
Otitis media supuratif kronis +kolesteatoma
• Pembedahan mastoid dan telinga tengah
Otitis media supuratif kronis dari otitis
• Mastoidektomi atau labirinektomi darurat untuk menghentikan komplikasi ke intrakranial
Labirirnitis sekunder+ meningitis primer
• Manajamen meningitis primer
Prognosis
Prognosis baik pada labirinitis supuratif akut difus tanpa komplikasi.
IV.b.iii.LABIRINITIS KRONIK (LATEN) DIFUS
Etiologi
Labirinitis supuratif stadium kronik atau laten dimulai, segera sesudah gejala vestibuler akut berkurang.Hal ini mulai dari 2-6 minggu sesudah awal periode akut. [4]
Pemeriksaan
Pemeriksaan patologi menunjukkan telinga dalam hampir seluruhnya terisi oleh jaringan granulasi setelah 10 minggu serangan akut.Jaringan granulasi secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan kalsifikasi.Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruangan-ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa tahun.Tes kalori tidak menimbulkan respons di sisi yang sakit [6]
Gejala klinis
Terjadi tuli total di sisi yang sakit.Vertigo ringan nistagmus spontan biasanya ke arah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan .
Terapi
Terapi lokal ditujukan ke setiap infeksi yang mungkin ada.Drenase labirin dilakukan apabila terdapat suatu fokus infeksi di labirin atau daerah perilabirin telah menjalar atau dicurigai menyebar ke struktur intrakranial dan tidak memberi respons terhadap terapi antibiotika. [6]
IV.c.Labirinitis toksik
Labirinitis toksik dapat disebabkan oleh keracunan zat-zat toksik seperti arsen, zink, kuinin dan pemakaian obat antibiotik yang ototoksik seperti streptomicin, aminoglikosida, dan dihydrostreptomicin.Gejala yang timbul seperti vertigo, tinitus dan tuli.
V.NISTAGMUS [8]
Nistagmus adalah gerak bola mata kian kemari yang terdiri dari dua fase . yaitu fase lambat dan fase cepat.Fase lambat merupakan reaksi sistem vestibuler terhadap rangsangan, sedangkan fase cepat merupakan kompensasinya.
Nistagmus merupakan parameter yang akurat untuk menentukan aktivitas sistem vestibuler.Nistagmus dan vertigo adalah gejala yang berasal dari satu sumber, meskipun nistagmus dan vertigo tidak selalu timbul bersamaan. Dalam keadaan terlatih baik, vertigo bisa tidak dirasakan, meskipun nistagmus ada.
Nistagmus juga diberi nama sesuai dengan arah komponen cepatnya, sehingga ada yang dinamakan nistagmus horizontal, nistagmus vertikal dan nistagmus rotatoar.Nistagmus merupakan parameter yang penting dalam tes kalori.Ia dapat menentukan normal tidaknya sistem vestibuler, dan dapat juga menduga adanya kelainan vestibuler sentral.Nistagmus yang juga penting sebagai pegangan dalam menentukan diagnosis adalah dengan tes nistagmus posisi.
Klasifikasi nistagmus :
1. Nistagmus spontan, yaitu nistagmus yang timbul dengan sendirinya, tanpa ada rangsangan dari luar.
2. Nistagmus bangkitan ( induced nystagmus), yaitu nistagmus yang timbul sessudah ada rangsangan dari luar , misalnya irigasi telinga, faradisasi, galvanisasi, putaran kursi, putaran alat optokinetik.
3. Nistagmus lirikan (gazed nystagmus), yaitu nistagmus yang timbul akibat gerakan lirikan mata.Nistagmus lirikan arahnya (fase cepat) selalu sesuai dengan arah lirikan.Nistagmus lirikan dapat bersumber dari kelainan sistem vestibuler sentral atau fisiologis ( end-point nystagmus)
4. Nistagmus kongenital, yaitu nistagmus yang ada sejak lahir, dengan ciri sebagai berikut : kongenital, tidak ada keluhan vertigo atau oscillopsia ( melihat obyek seperti bergerak), nistagmus hilang bila mata ditutup atau konvergensi.Pada saat posisi mata netral/ di tengah terjadi nistagmus pedular, dan akan berubah jadi jerky ketika mata melirik ke lateral.Nistagmus pendular tidak dapat dibedakan fase cepat dan lambatnya.Nistagmus jerky tampak jelas adanya fase cepat atau lambatnya.
5. Meniere’s nystagmus, yaitu nistagmus yang diderita oleh pekerja tambang batu bara sebagai akibat pekerjaanya yang sering melirik ke atas.
6. Sesaw nystagmus, yaitu gerakan bola mata kanan berbeda dengan mata kiri, ritmis dan involunter.Ketika mata kanan bergerak ke atas maka mata kiri bergerak ke bawah mirip timbangan atau ala ayun jomplangan.
7. Nistagmus ke atas (upbeating nystagmus) dapat timbul pada penderita pada saat melirik ke atas atau ke bawah, tetapi jarang terlihat pada posisi mata netral.Kelainan ini disebabkan oleh intoksikasi obat-obatan, defisiensi vitamin B1 atau proses-proses di daerah fossa posterior.
8. Nistagmus ke bawah (downbeating nystagmus) , timbul bilamana penderita melirik ke kiri atau ke kanan.Ini bermakna tanda penting dari kelainan didaerah medulla oblongata atai medullo-servikal.
VI.DIAGNOSIS [9]
1.Anamnesis.
2.Pemeriksaan klinis (Pemeriksaan keseimbnagan)
a. Uji Romberg : Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
Labirinitis adalah radang pada telinga dalam (labirin). Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum atau difus dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf yang berat, sedangkan labirinitis yang terbatas atau labirinitis sirkumskripta menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan libirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus. Selain itu, ada juga yang disebut sebagai labirinitis toksik akibat keracunan zat-zat toksik atau antibiotik yang ototoksik.
Pada labirinitis serosa , toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang irreversible, seperti fibrosis dan osifikasi.
Pada kedua bentuk labirinitis itu, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah.Kadang-kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis.Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan pada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.
PEMBAHASAN
1.ANATOMI DAN HISTOLOGI TELINGA
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam .
1(a) TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas aurikula,meatus akustikus eksternus dan membran timpani. Aurikulum disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar otot lurik yang pada manusia rudimenter.
Meatus akustikus eksternus berbentuk tabung dengan panjangnya kira-kira 2,5- 3 cm manakala diameternya bervariasi yaitu lateral biasanya lebih lebar dari medial.Meatus akustikus eksternus terdiri dari dua bagian yaitu bagian lateral dan medial.Bagian lateral adalah pars kartilagenus yaitu 1/3 luar merupakan lanjutan dari aurikulum, mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumenalis serta kulit melekat erat dengan perikondrium.Bagian medial adalah pars osseus yaitu 2/3 medial merupakan bagian dari os temporalis, tidak berambut, ada penyempitan di istmus yaitu kira-kira 5 mm dari membaran timpani.
Membran timpani memisahkan meatus acusticus externus dan telinga tengah.Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dengan diameter kira-kira 1 cm. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan bahgaian bawah pars tensa.Pars flaksida hanya berlapis dua , yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia.Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler dibagian dalam. Serat inilah yang menyebabkan refleks cahaya.Refleks cahaya terletak dikuadran anterior inferior.Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo.Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosessus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian superior-anterior,superior-posterior, inferior-anterior serta inferior-posterior, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.[1.2]
1(b)TELINGA TENGAH
Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Ruang ini berbatasan di sebelah posterior dengan ruang-ruang udara mastoid dan disebelah anterior dengan faring melalui tuba Eustachius. Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada pada celah tuba Eustachius epitelnya selapis silindris bersilia.
Di bagian dalam rongga ini terdapat tiga jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada dua otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi .[2]
1(c)TELINGA DALAM
Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang temporalis. Telinga dalam di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa) yang di da-lamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan perilimf sedangkan labirin membranasea berisi cairan endolimf.
Labirin tulang terdiri atas tiga komponen yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea tulang. Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan endosteum, sedangkan di bagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang terdapat di dalam labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan endolimf.Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan dengan rongga timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai fenestra ovale. Ke dalam vestibulum bermuara tiga buah kanalis semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis anterior, posterior dan lateral yang masing-masing saling tegak lurus. Setiap saluran semisirkularis mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun ada tiga saluran tetapi muaranya hanya lima karena ujung posterior saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan ujung medial saluran anterior yang tidak bermapula dan bermuara ke dalam bagian medial vestibulum oleh krus kommune. Ke arah anterior rongga vestibulum berhubungan dengan koklea tulang dan fenestra rotundum.Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu koklea tulang di sebut mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus membentuk rabung spiral dengan suatu tumpukan tulang yang disebut lamina spiralis. Lamina spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion spiralis, yang merupakan bagian koklear nervus akustikus.
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin ini dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf. Pada beberapa tempat terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung labirin membranasea.Labirin membranasea terdiri atas duktus semisirkularis membranasea,ultrikulus, sakulus dan ductus koklearis. [1,2]
2.FISIOLOGI TELINGA
2(a)PENDENGARAN
Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara tertentu dan menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga mengkonversi energi gelombang tekanan menjadi impuls syaraf, dan korteks serebri mengkonversi impuls ini menjadi bunyi.Bunyi memiliki frekuensi, amplitude dan bentuk gelombang. Frekuensi gelombang bunyi adalah kecepatan osilasi gelombang udara per unit waktu. Telinga manusia dapat menangkap frekuensi yang bervariasi dari sekitar 20 sampai 18,000 Hertz (Hz). Satu hertz adalah satu siklus per detik.Amplitudo adalah ukuran energi atau intensitas fluktuasi tekanan. Gelombang bunyi dengan amplitude yang berbeda diinterpretasikan sebagai perbedaan dalam kekerasan.Ukuran bunyi dalam decibel (dB).
Gelombang bunyi ditangkap oleh aurikulum dan ditransmisikan ke dalam meatus aukustikus eksternus kemudian bergerak menuju kanalis akustikus eksternus ke arah membran timpani.Gelombang bunyi menyebabkan vibrasi membran timpani. Sifat membrane adalah aperiodis yang tidak memiliki frekuensi alaminya sendiri tetapi mengambil karakteristik vibrasi yang terjadi.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membaran timpani dengan fenestra ovale.Muskulus stapedius dan tensor timpani berkontraksi secara reflektorik sebagai respons terhadap bunyi yang keras.Kontraksi akan menyebabkan membran timpani menjadi tegang osikular lebih kaku dan dengan demikian mengurangi transmisi suara.
Energi getar yang telah diamplifikasikan ini diteruskan ke stapes yang akan menggerakan fenestra ovale sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.Getaran mennggerakkan membrana Reissner mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan defleksi seterosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermutan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel-sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran(area 39-40) di lobus temporalis.[2]
2(b)KESEIMBANGAN
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Reseptor keseimbangan terdiri dari macula yaitu reseptor keseimbangan statis yang terdapat di utrikulus dan sakulus manakala krista ampularis yaitu reseptor keseimbangan dinamis yang terdapat pada kanal semisrkular, bereaksi terhadap gerakan rotasi pada sumbu bidang.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.[1]
3.LABIRINITIS
I.DEFINISI
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin) yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis merupakan komplikasi intratemporal yang paling sering dari radang telinga tengah. [2]
II.EPIDEMIOLOGI
Labirinitis lebih sering terjadi setelah infeksi telinga tengah, meningitis , atau infeksi saluran pernafasan atas. Hal ini juga dapat terjadi setelah trauma, tumor, atau setelah menelan zat-zat beracun. Hal ini dianggap lebih umum pada wanita dari pada laki-laki.Viral labirinitis adalah bentuk paling umum labirinitis. Viral labirinitis biasanya diamati pada orang dewasa berusia 30-60 tahun dan jarang diamati pada anak-anak.[3] Hal ini dapat dilakukan perbandingan laki-laki banding perempuan 2:1 sekitar dekade empat.Pada era pasca-antibiotik, labirinitis bakteria jarang ditemukan.Biasanya terlihat pada anak-anak di bawah 2 tahun ketika anak-anak paling banyak resiko meningitis. [4]
III.ETIOLOGI
1.Berikut adalah virus dan bakteria yang berpotensi menyebabkan labirinitis:
Virus Bakteria
• Cytomegalovirus
• Mumps virus
• Rubella virus
• Parainfluenza virus
• Influenza virus
• Adenovirus
• Varicella-zooster virus
• Herpes simplex virus 1 • S.pneumonia
• N.meningitidis
• Mycobacteria tuberculosis
• Bacteroides species
• Proteus species
• Moraxella catarrhalis
• Streptococus species
• Staphylococus species
2.Zat - zat toksik seperti dan obatan-obatan.
IV.KLASIFIKASI
Labirinitis dapat disebabkan oleh virus, bacterial,zat-zat toksik dan obat-obatan. Labirinitis yang di sebabkan oleh bakterial terdapat dalam dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.[3]
IV.a.LABIRINITIS VIRAL
Etiologi:
Infeksi saluran pernafasan atas, faktor kongenital yaitu infeksi campak dan rubella pada trimester pertama atau infeksi cytomegalovirus pada kontraksi uterus setelah persalinan yang menyebabkan kokleolabirinitis. Infeksi virus ini menjalar secara hematogen ke telinga dalam.
Gejala klinis:
Menyebabkan gejala vertigo,mual, muntah selama beberapa hari dan minggu. Labirinitis viral bersifat tidak episodik dan tidak ada gejala gangguan pendengaran
Terapi:
Vestibular suppresent ( diazepam)
Komplikasi:
Komplikasi seperti hidrops endolimfatik dan penyakit Meniere’s.
Prognosis:
Prognosis baik karena biasanya terjadi pada usia muda dan jira terapi yang diberikan adekuat.Vertigo boleh sembuh dalam jangka masa satu minggu tetapi gangguan keseimbangan akan tetap bertahan selepas beberapa bulan jika terdapat stress.
IV.b.LABIRINITIS BAKTERIAL
IV.b.i.LABIRINITIS SEROSA DIFUS
Etiologi
Labirinitis serosa difus seringkali terjadi sekunder dari labirinitis sirkumskripta atau dapat terjadi primer pada otitis media akut dengan atau tanpa kolesteatoma dan reaktivasi otomastoiditis kronis.Masuknya toksin bakteria dan zat-zat yang diproduksi secara difus melalui membran fenestra ovale dan fenestra rotundum.Infeksi tersebut mencapai endosteum melalui saluran darah. Selain itu, labirinitis serosa sering terjadi pada operasi telinga dalam misalnya pada stapedektomi. Labirinitis serosa difus ini adalah satu proses inflamasi yang steril.[4]
Pemeriksaan
Kelainan patologi yaitu inflamasi non purulen pada labirin. Pemeriksaan histologik pada potongan labirin menunjukkan infiltrasi seluler awal dengan eksudat serosa atau serofibrin.[6]
Gejala klinis
Gejala dan tanda serangan akut labirinitis serosa difus adalah vertigo spontan dengan derajat ringan- sedang dan nistagmus rotatoar, biasanya ke arah telinga yang sakit. Terdapat juga tuli sensorineural yang bersifat sementara.Kadang-kadang disertai mual dan muntah, biasanya tidak berat.[3]
Terapi
Pengobatan pada stadium akut yaitu pasien harus tirah baring total.Harus diberikan antibiotika yang tepat dengan dosis yang adekuat untuk mengeradikasi bakteria penyebab.Selain itu utuk mengurangi gejala gangguan keseimbangan diberikan sedatif ringan.Pada stadium lanjut dari otitis media akut diperlukan dreanase telinga tengah dan mastoidektomi sederhana.[7]
Prognosis
Prognosis labirinitis serosa baik, dalam arti menyangkut kehidupan dan kembalinya fungsi labirin secara lengkap. Tetapi tuli saraf temporer yang berat dapat menjadi tuli saraf yang permanen bila tidak diobati dengan baik.
IV.b.ii.LABIRINITIS SUPURATIF AKUT DIFUS
Etiologi
Labirinitis supuratif akut difus dapat merupakan kelanjutan dari labirinitis serosa yang infeksinya masuk melalui fenestra ovale dan fenestra rotundum Pada banyak kejadian, labirinitis ini terjadi sekunder dari otitis media akut maupun kronik atau mastoiditis.Pada beberapa kasus abses subdural atau meningitis, infeksi dapat menyebar ke dalam labirin dengan atau tanpa terkenanya telinga tengah, sehingga menjadi labirin supuratif.Bakteria secara langsung masuk ke dalam membran dan erosi tulang labirin.[4]
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan histologik didapatkan infiltrsi labirin oleh sel-sel leukosit polimorfonuklear dan destruksi struktur jaringan lunak.Sebagian dari tulang labirin nekrosis, dan terbentuk jaringan granulasi yang dapat menutup bagian tulang yang nekrotik tersebut.Keadaan ini akan menyebabkan osifikasi labirin.[6]
Gejala klinis
Labirinitis supuratif akut difus , ditandai dengan tuli total pada telinga yang sakit diikuti dengan vertigo yang berat, mual, muntah, dan nistagmus spontan ke arah telinga yang sehat. Selama fase akut, posisi pasien sangat khas.Pasien akan berbaring pada sisi yang sakit, jadi ke arah komponen lambat nistagmus.Posisi ini akan mengurangi perasaan vertigo.Jika fungsi koklea hancur, akan mengakibatkan tuli saraf total permanen. [3]
Terapi
Diperlukan tirah baring total selama fase akut, yang dapat berlangsung sampai 6 minggu.Perbaikan terjadi bertahap, mulai dari hari pertama.
Sedatif ringan diperlukan pada periode awal.Fenobarbita 32 mg(1/2 gram) yang diberikan 3 kali sehari.
Dosis antibiotika yang adekuat harus diberikan selama suatu periode baik untuk mencegah komplikasi intrakranial, maupun untuk mengobati labirinitisnya.Harus dilakukan kultur untuk identifikasi kuman dan untuk tes sensitivitas kuman.Antibiotika penisilin harus segera diberikan sebelum hasil tes resistensi didapat, jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin, dengan dosis tinggi secara parenteral.Respons klinik lebih utama dari tes sensivitas kuman dalam menentukan jenis antibiotika.
Drenase, atau membuang sebagian labirin yang rusak, dilakukan bila terdapat komplikasi intrakranial dan tidak memberi respon terhadap pengobatan dengan antibiotika. [7]
Otitis media akut + labirinitis serosa :
• Antibiotik intravena
• Miringotomi
Otitis media supuratif kronis +kolesteatoma
• Pembedahan mastoid dan telinga tengah
Otitis media supuratif kronis dari otitis
• Mastoidektomi atau labirinektomi darurat untuk menghentikan komplikasi ke intrakranial
Labirirnitis sekunder+ meningitis primer
• Manajamen meningitis primer
Prognosis
Prognosis baik pada labirinitis supuratif akut difus tanpa komplikasi.
IV.b.iii.LABIRINITIS KRONIK (LATEN) DIFUS
Etiologi
Labirinitis supuratif stadium kronik atau laten dimulai, segera sesudah gejala vestibuler akut berkurang.Hal ini mulai dari 2-6 minggu sesudah awal periode akut. [4]
Pemeriksaan
Pemeriksaan patologi menunjukkan telinga dalam hampir seluruhnya terisi oleh jaringan granulasi setelah 10 minggu serangan akut.Jaringan granulasi secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan kalsifikasi.Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruangan-ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa tahun.Tes kalori tidak menimbulkan respons di sisi yang sakit [6]
Gejala klinis
Terjadi tuli total di sisi yang sakit.Vertigo ringan nistagmus spontan biasanya ke arah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan .
Terapi
Terapi lokal ditujukan ke setiap infeksi yang mungkin ada.Drenase labirin dilakukan apabila terdapat suatu fokus infeksi di labirin atau daerah perilabirin telah menjalar atau dicurigai menyebar ke struktur intrakranial dan tidak memberi respons terhadap terapi antibiotika. [6]
IV.c.Labirinitis toksik
Labirinitis toksik dapat disebabkan oleh keracunan zat-zat toksik seperti arsen, zink, kuinin dan pemakaian obat antibiotik yang ototoksik seperti streptomicin, aminoglikosida, dan dihydrostreptomicin.Gejala yang timbul seperti vertigo, tinitus dan tuli.
V.NISTAGMUS [8]
Nistagmus adalah gerak bola mata kian kemari yang terdiri dari dua fase . yaitu fase lambat dan fase cepat.Fase lambat merupakan reaksi sistem vestibuler terhadap rangsangan, sedangkan fase cepat merupakan kompensasinya.
Nistagmus merupakan parameter yang akurat untuk menentukan aktivitas sistem vestibuler.Nistagmus dan vertigo adalah gejala yang berasal dari satu sumber, meskipun nistagmus dan vertigo tidak selalu timbul bersamaan. Dalam keadaan terlatih baik, vertigo bisa tidak dirasakan, meskipun nistagmus ada.
Nistagmus juga diberi nama sesuai dengan arah komponen cepatnya, sehingga ada yang dinamakan nistagmus horizontal, nistagmus vertikal dan nistagmus rotatoar.Nistagmus merupakan parameter yang penting dalam tes kalori.Ia dapat menentukan normal tidaknya sistem vestibuler, dan dapat juga menduga adanya kelainan vestibuler sentral.Nistagmus yang juga penting sebagai pegangan dalam menentukan diagnosis adalah dengan tes nistagmus posisi.
Klasifikasi nistagmus :
1. Nistagmus spontan, yaitu nistagmus yang timbul dengan sendirinya, tanpa ada rangsangan dari luar.
2. Nistagmus bangkitan ( induced nystagmus), yaitu nistagmus yang timbul sessudah ada rangsangan dari luar , misalnya irigasi telinga, faradisasi, galvanisasi, putaran kursi, putaran alat optokinetik.
3. Nistagmus lirikan (gazed nystagmus), yaitu nistagmus yang timbul akibat gerakan lirikan mata.Nistagmus lirikan arahnya (fase cepat) selalu sesuai dengan arah lirikan.Nistagmus lirikan dapat bersumber dari kelainan sistem vestibuler sentral atau fisiologis ( end-point nystagmus)
4. Nistagmus kongenital, yaitu nistagmus yang ada sejak lahir, dengan ciri sebagai berikut : kongenital, tidak ada keluhan vertigo atau oscillopsia ( melihat obyek seperti bergerak), nistagmus hilang bila mata ditutup atau konvergensi.Pada saat posisi mata netral/ di tengah terjadi nistagmus pedular, dan akan berubah jadi jerky ketika mata melirik ke lateral.Nistagmus pendular tidak dapat dibedakan fase cepat dan lambatnya.Nistagmus jerky tampak jelas adanya fase cepat atau lambatnya.
5. Meniere’s nystagmus, yaitu nistagmus yang diderita oleh pekerja tambang batu bara sebagai akibat pekerjaanya yang sering melirik ke atas.
6. Sesaw nystagmus, yaitu gerakan bola mata kanan berbeda dengan mata kiri, ritmis dan involunter.Ketika mata kanan bergerak ke atas maka mata kiri bergerak ke bawah mirip timbangan atau ala ayun jomplangan.
7. Nistagmus ke atas (upbeating nystagmus) dapat timbul pada penderita pada saat melirik ke atas atau ke bawah, tetapi jarang terlihat pada posisi mata netral.Kelainan ini disebabkan oleh intoksikasi obat-obatan, defisiensi vitamin B1 atau proses-proses di daerah fossa posterior.
8. Nistagmus ke bawah (downbeating nystagmus) , timbul bilamana penderita melirik ke kiri atau ke kanan.Ini bermakna tanda penting dari kelainan didaerah medulla oblongata atai medullo-servikal.
VI.DIAGNOSIS [9]
1.Anamnesis.
2.Pemeriksaan klinis (Pemeriksaan keseimbnagan)
a. Uji Romberg : Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait : Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
a. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau nervus vestibulokoklearis, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
b. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
a. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau nervus vestibulokoklearis, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
b. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
3.Laboratorium
• Pemeriksaan cairan serebrospinal untuk menegakkan kasus meningitis.
• Melakukan kultur dan tes sensitivitas pada cairan telinga tengah untuk menetukan terapi antibiotik yang tepat .
4.Pemeriksaan CT scan
• CT scan lumbalis untuk kasus meningitis.
• CT scan juga berguna untuk membantu menyingkirkan mastoiditis sebagai penyebab potensial.
• CT scan os temporal dapat membantu dalam manajemen pasien dengan cholesteatoma dan labyrinthitis.
• CT scan noncontrast untuk memvisualisasikan fibrosis dan kalsifikasi pada pasien yang menderita labirinitis kronis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. ECG: Jakarta; 1997. hal: 219-224
2. Efianty A.S,Nurbaiti I,Jenny B,Ratna D.R: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT,Edisi 6:FKUI;2007.hal118-137
3. Gulya AJ. Infections of the labyrinth. In: Bailey BJ, Johnson JT, Pillsbury HC, Tardy ME, Kohut RI, eds. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Vol 2. Philadelphia, Pa: JB Lippincott; 1993 available at https://profreg.medscape.com
(Accessed Augustus 16, 2010.)
4. Woolley AL, Kirk KA, Neumann AM Jr, McWilliams SM, Murray J, Freind D. Risk factors for hearing loss from meningitis in children: the Children's Hospital experience. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. May 1999.
5. Labyrinthitis: A Medical Dictionary, Bibliography, and Annotated Research Guide to Internet References. San Diego, CA: Icon Group International, 2004.
6. Schraff SA, Schleiss MR, Brown DK, Meinzen-Derr J, Choi KY, Greinwald JH, et al. Macrophage inflammatory proteins in cytomegalovirus-related inner ear injury. Otolaryngol Head Neck Surg. Oct 2007.
7. Kuhweide R, Van de Steene V, Vlaminck S, Casselman JW. Ramsay Hunt syndrome: pathophysiology of cochleovestibular symptoms. J Laryngol Otol. Oct 2002.
8. H.Aboe Amar Joesoef.Neuro-Otologi klinis Vertigo.Surabaya Airlangga University Press; 2002.hal:xxiv-xxvi.
9. Jang CH, Park SY, Wang PC. A case of tympanogenic labyrinthitis complicated by acute otitis media. Yonsei Med J. Feb 28 2005 available at http://emedicine.medscape.com(Accessed Augustus 16, 2010.)
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
3.Laboratorium
• Pemeriksaan cairan serebrospinal untuk menegakkan kasus meningitis.
• Melakukan kultur dan tes sensitivitas pada cairan telinga tengah untuk menetukan terapi antibiotik yang tepat .
4.Pemeriksaan CT scan
• CT scan lumbalis untuk kasus meningitis.
• CT scan juga berguna untuk membantu menyingkirkan mastoiditis sebagai penyebab potensial.
• CT scan os temporal dapat membantu dalam manajemen pasien dengan cholesteatoma dan labyrinthitis.
• CT scan noncontrast untuk memvisualisasikan fibrosis dan kalsifikasi pada pasien yang menderita labirinitis kronis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. ECG: Jakarta; 1997. hal: 219-224
2. Efianty A.S,Nurbaiti I,Jenny B,Ratna D.R: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT,Edisi 6:FKUI;2007.hal118-137
3. Gulya AJ. Infections of the labyrinth. In: Bailey BJ, Johnson JT, Pillsbury HC, Tardy ME, Kohut RI, eds. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Vol 2. Philadelphia, Pa: JB Lippincott; 1993 available at https://profreg.medscape.com
(Accessed Augustus 16, 2010.)
4. Woolley AL, Kirk KA, Neumann AM Jr, McWilliams SM, Murray J, Freind D. Risk factors for hearing loss from meningitis in children: the Children's Hospital experience. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. May 1999.
5. Labyrinthitis: A Medical Dictionary, Bibliography, and Annotated Research Guide to Internet References. San Diego, CA: Icon Group International, 2004.
6. Schraff SA, Schleiss MR, Brown DK, Meinzen-Derr J, Choi KY, Greinwald JH, et al. Macrophage inflammatory proteins in cytomegalovirus-related inner ear injury. Otolaryngol Head Neck Surg. Oct 2007.
7. Kuhweide R, Van de Steene V, Vlaminck S, Casselman JW. Ramsay Hunt syndrome: pathophysiology of cochleovestibular symptoms. J Laryngol Otol. Oct 2002.
8. H.Aboe Amar Joesoef.Neuro-Otologi klinis Vertigo.Surabaya Airlangga University Press; 2002.hal:xxiv-xxvi.
9. Jang CH, Park SY, Wang PC. A case of tympanogenic labyrinthitis complicated by acute otitis media. Yonsei Med J. Feb 28 2005 available at http://emedicine.medscape.com(Accessed Augustus 16, 2010.)
2 comments:
thanx 4 ur blog^^
Thanks for your info its very helping...
Post a Comment